Kamis, 06 November 2014

Konstitusi Madina dan Ketatanegaraan Modern

  • Sejarah Lahirnya Kontitusi Madinah
Paigam Madinah merupakan konstitusi tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti modern. Sejarah menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW dan umat Islam selama kurang lebih 13 tahun di Mekah terhitung sejak pengangkatan Muhammad SAW sebagai Rosul, sebelum mempunyai kekuatan dan kekuasaan politik yang menguasai suatu wilayah. Umat Islam menjadi komunitas yang bebas dan merdeka setelah pada tahun 622 M hijrah ke Madinah, kota yang sebelumnya disebut Yarsib. Tak lama sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad SAW membuat suatu piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah yang dihuni beberapa macam golongan yakni golongan muslim pendantang, golongan muslim Madinah dan golongan Yahudi. Piagam ini dibuat atas persejuan bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah yang secara formal ditulis dalam suatu naskah yang disebut Shahifah.

Para ahli menyebut Piagam ini dengan istilah yang bermacam-macam. Montgomery Watt menyebutnya The Constitusion Of Medina; Zainal Abidin Ahmad memakai perkataan Piagam sebagai terjemahan dari kata al-shahifah. Sebagai dukumen resmi yang berisi pokok-pokok pedoman kenegaraan menyebabkan Piagam itu tepat juga disebut sebagai Konstitusi Madinah (Asshiddiqie, 2006: 16).

  • Materi Muatan Konstitusi Madinah
Secara keseluruhan, Konstitusi Madinah berisi 47 Pasal yang menggambarkan prinsip-prinsip Negara Modern dengan Nabi sebagai Kepala Negara yang warganya terdiri dari berbagai macam golongan, keturunan, budaya maupun agama yang dianutnya. Menurut Hasan Ibrahim Hasan (Idris,2009: 27) merumuskan empat prinsip muatan materi Konstitusi Madinah, yakni: seluruh kaum Muslimin dari berbagi golongan adalah satu umat yang bersatu; saling tolong menolong dan saling melindungi di antara rakyat yang baru itu atas sadar keagamaan; masyarakat dan negara berkewajiban atas setiap rakyat untuk mempertahankan keamanan dan melindungi dari serangan musuh; persamaan dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan pemeluk-pemeluk agama lainnya di dalam urusan dunia bersama kaum Muslim.

Dari uraian diatas maka jelaslah bahwa Piagam Madinah menerapkan paham konstitusionalisme, yaitu suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Konstitusionalisme yang dianut oleh negara Madinah, telah merangkum semua sifat yang dibutuhkan oleh organisasi kenegaraan, baik sifat proklamasi, deklarasi, perjanjian atau pernyataan-peryataan lain termuat dalam piagam itu. Oleh karena kualitasnya yang serba mencakup ini, Piagam Madinah diakui sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia (Hamidi, Malik, 2009: 44).


  • Prinsip-Prinsip Ketatanegaran Modern
Ada beberapa ciri khas sistem ketatanegaraan modern dan ciri-ciri khas itu dituangkan dalam suatu konstitusi. Dengan demikian dalam tata hukum suatu negara modern tersimpul satu bagian yang secara khusus mengatur organisasi kenegaraan, bagian ini disebut konstitusi. Di dalam teori-teori ketatanegaraan Sri Soemantri (Huda,2001: 53) mengemukakan bahwa dalam suatu konstitusi tidak dapat tidak harus memuat sekurang-kurangnya tiga macam materi muatan pokok yang mendasar yaitu :

a. Jaminan hak-hak asasi manusia.
b. Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar.
c. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.

Dalam sistem demokrasi yang berdasarkan atas hukum (constitutional democracy) ketiga materi muatan konstitusi itu menjadi desain utama dalam pengaturan kehidupan ketatanegaraan di dalam suatu negara, yang secara keseluruhannya membentuk suatu kesatuan sistem hubungan antara rakyat di satu pihak dan penguasa di lain pihak. Dalam definisi diatas, CF.Strong (Adytia, 2011) mengemukakan bahwa pengertian konstitusi dapat dirumuskan sebagai suatu kerangka negara yang terorganisir dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan:

a. Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanen.
b. Fungsi dari alat-alat kelengkapan negara
c. Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan.

Dari apa yang dikemukakan oleh CF.Strong, maka dapat disimpulkan bahwa posisi atau kedudukan konstitusi adalah dimaksudkan untuk membatasi wewenang pemerintah dan penguasa, mengatur jalannya pemerintahan dan menjamin hak-hak rakyat. Karena itu dalam ajaran ilmu hukum sebuah konstitusi di pandang sebagai perjanjian masyarakat yang berisikan bahwa masyarakat atau warganegara menentukan arah penguasa. Apabila pandangan hukum tentang konstitusi sebagaimana dikemukakan tersebut, maka dalam sebuah masyarakat modern tidak dapat tidak warga masyarakat yang tergabung dalam partai politik menentukan kebijaksanaan yang diambil oleh penguasa melalui Badan Perwakilan Rakyat. Sehubungan dengan itu konstitusi jaman modern tidak hanya memuat aturan hukum, melainkan juga memformulasikan prinsip-prinsip hukum, haluan negara dan patokan kebijaksanaan yang semuanya bermuara pada hak-hak dan kepentingan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar